Aku melihat ke arah belakang, rupanya si Nara.
“Ehh Nara, kamu ga di sana sekalian nyari teman seruangan kamu?” tanyaku kepada Nara
“Sudah Jo, aku ketemu kakak senior, idih usil banget pake godain aku segala lagi,,,”
“Hahahaha rasakan” tawaku lepas.
Aku dan Nara berbeda jurusan. Jurusan yang dipilih Nara adalah jurusan matematika murni. Tetapi gedung kami bersebelahan satu sama lain. Ya tak teramat jauh lah kira-kira.
“Enak ngga di matematika?”
“Enak banget Jo, jidat senioran aku lihat integral semua”
“Aduh kamu ini Nar hahahaha”
Akhirnya kami melepas tawa satu sama lain serta saling bercerita tentang hari pertama kuliah. Kalau dipikir-pikir, menjadi tidak berasa rupanya diriku sudah hampir mendekati impianku selama ini. Mudah-mudahan gelar dokter gigi bisa kudapatkan dalam kurun waktu empat tahun.
“Amin,” kataku berbisik.
“Hah apa? Amin??? Amin karena apa Joan? Nara mendadak heran.
Aku menjelaskan kepada Nara tentang mimpiku yang hampir mendekati puncak. Tetapi Nara tiba-tiba memutus pembicaraan. Astaga.
“Jo, lihat deh tadi aku ngga sengaja berpapasan dengan kakak senior. Dengar-dengar sih dia asisten dosen, wah keren yah dia,,” Nara terlihat bersemangat menceritakan orang yang dilihatnya tadi siang.
“Ohhh.. Kamu masih ingat wajahnya?”
Nara mengangguk.
“Btw ingat woy kamu ke sini buat kuliah!”
“Ya serong dikit memanjakan mata kan bisa sih Jo,”
“Okelah.”
Aku menutup pembicaraan dengan Nara. Malam ini hujan turun lagi. Kusesap aroma hujan yang terkadang menggiurkan. Tak ada dusta bila bicara tentang hujan. Hatiku seakan melambai pada kenangan masa lalu.
“KRINGGG!”
Muncul panggilan telepon dari Kei.
“Halo, ada apa?”
“Wah parah tumben langsung to the point Jo,”
“Hehehe ok maaf Kei..”
“Eleeeh.. Aku mah cuma mau cek keadaanmu doang, gimana, enak nggak di kampus barumu?” tanya Kei dari balik telepon.
“Pasti dong.”
Kei memang sudah lebih dulu masuk kuliah di sana jadi dia sudah merasakan gimana kuliah pada hari pertama.
“Oke deh, Joan, cant wait to see you again, tapi gatau kapan hahaha..”
Aku menutup panggilan telepon dari Keisha. Anak itu memang terkadang lucu tetapi kebanyakan rempongnya sih. Tapi itulah bentuk teman dekatku, aku juga nyaman bersahabat dengan orang berbentuk Kei.
Lantas setelah rembulan bangun dari tidurnya, mentari menyapaku lembut dari balik jendela kamar kostku. Kuhirup aroma pagi yang segar pada detik pertama aku bangun. Lalu bersiap-siap untuk berangkat ke kampus dan mulai belajar hari pertama.
Aku menemukan seisi kelasku kebanyakan perempuan. Tak masalah juga. Mereka berasal dari latar belakang yang beragam namun ada juga yang berasal dari daerah setempat. Kuberikan sebuah senyum kepada mereka yang memulai senyum terlebih dulu. Kuharap suasana kelas juga asik.
Seusai perkuliahan, kulangkahkan kaki menemui Nara di gedung sebelah.
“Jo.. Jo.. Lihat tuh, itu dia orang yang aku ceritakan semalam. Lumayan sih orangnya.”
Pria yang dimaksud Nara masih sulit kutebak sebab ia berbalik badan di hadapan kami.
“Bener dia emang asdos, tadi dia dikenalin sama dosen di dalam kelas, wadidaw tuh anak, Jooo”
“Huh” aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.
Tapi diam-diam kulirik juga orang yang dimaksud Nara.
Beberapa hari berikutnya masih begitu juga. Nara menunjuk pria itu saat dalam keadaan berbalik badan. Lama-lama aku geram juga melihat teman baruku ini.
“Nara udah deh, capek aku tuh dikasih lihat begini terus sama kamu.”
Nara hanya tertawa lepas. Karena memang hanya dia yang tahu bagaimana bentuk wajah dari pria yang dimaksudnya.
—