Lepas dari hal-hal mengenai Cleo dan lomba baca puisi. Malam ini kurebahkan tubuhku di kasur empuk yang tadi sore spreinya telah diganti oleh ibu. Kulirik layar handphone, isi pesan hanyalah dari Keisha sahabatku.
“Ah palingan beritahu kalau besok hari terakhir kelas lab kimia,” celetukku sembari melempar ponsel ke sisi kanan kasur empuk.
Kulirik jam telah menunjuk pukul 23:16 WIB, itu artinya jam tidur pelajar sudah kelewatan. Tapi tak mengapa, lagi pula sedari tadi aku kan mengerjakan tugas. Akhirnya demi tidak terlambat bangun pagi, kupejamkan mataku lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh badan. Satu menit, dua menit, tiga menit, akupun tertidur.
Keesokan paginya tak ada kudengar nada dering alarm ponsel tetapi aku terbangun lima menit sebelum alarm berbunyi. Kuraih ponsel yang tergeletak di sisi kanan. Tujuannya untuk mematikan nada alarm. Toh aku juga sudah bangun lebih dulu.
Lantas akupun bergegas mandi dan meraih handuk. Kupakai seragam sekolah dengan dasi yang tersimpul sempurna. Baru aja hendak memakai sweater, pintu kamarku sudah digedor-gedor si pengusik. Ya, si pengusik adalah adikku sendiri. Adikku masih kelas 4 SD. Usia kami terpaut jauh.
“Kak, sarapan!!!! Ditungguin!” seru adik yang hanya menampakkan kepalanya dari balik pintu.
“OKAI!” jawabku teramat singkat.
Ibu telah memasak nasi goreng telur dan sosis bakar kesukaan keluarga.
“Habis SMA nanti Joan mau kuliah dimana nak?” tiba-tiba tanya papa.
“Mau ke Bandung saja pa,” jawabku.
“Lho, kenapa tidak di Jakarta saja, kan lebih bagus…” saran papa.
“Semua kampus bagus kok pa, tergantung orangnya saja. Nanti aku mau ambil fakultas kedokteran gigi,”
“Ya sudah, jika memang itu keinginan kamu papa dan mama pasti dukung,”
“Makasih pa,” ucapku.
Seperti biasa, aku selalu berangkat sekolah sendirian. Jadi transportasi yang kupilih adalah ojek online karena papa antar adikku sekolah. Mereka satu jalur sementara aku lebih jauh dan beda jalur. Takut papa terlambat bekerja.
Sesampainya di sekolah telah kutemukan wajah-wajah ingin menerkam yang bertengger di bangku kelas. Dan wajah itu adalah wajah Keisha.
“Jahat, pesanku tadi malam tidak dibalas,” kata Keisha sembari meredakan terkamannya.
“HAHHAHAHA” akupun terbahak ngakak.
“Aku ngantuk, habis ngerjakan tugas guru kesayanganmu,”
“Idih, apaan!” sangkal Keisha.
Seharian ini aku dan Keisha juga berembuk soal dunia perkuliahan. Keisha mengatakan bahwa ia akan melanjut ke luar negeri untuk ambil jurusan seni lukis.
“Yah,,, jadinya ntar aku bakalan kangen berat deh kayaknya, hiks hiks hiks,” kataku pura-pura sedih.
“Halah ku tahu kamu pura-pura sedih! Video call kan ada woooy!!!” sangkal Keisha lagi.
“Tau aja, eh tapi emang beneran deh kayaknya aku nanti bakalan kangen parah sama sahabatku yang satu ini.”
“Heheh, makasih deh kalo aku udah dikangenin. Asal Cleo juga jangan dikangenin ya!!” ancam Kei.
Entah kenapa muncul lagi topik Cleo dalam hidupku dan setiap kali kuingat tentangnya maka aku juga mengingat tentang baca puisi. Memang sih, sepanjang sepengetahuanku, Kei emang menyukai Cleo sejak kami baru masuk sekolah. Menurutnya, Cleo selalu memperhatikannya. Bahkan pernah memberikan sebuah bunga hidup dari pot sekolah kepada Kei. Ya meski itu hanya jebakan betmen dari pengurus OSIS, yang jelas sudah berhasil membuat hati Keisha menggelepar sepanjang detik di hari valentine.
“Eh kenapa bengong, Joooo?!!!” tanya Kei.
“Eh gapapa, aku pulang duluan ya, BYE my best! Esok jangan bahas yang gak penting lagi ya,” kataku sembari menghilang darinya.
—