Kenangan tentang Ibu telah membenam pada sebuah bingkai yang terpajang di dinding rumah. Setiap pagi, Sarah tak pernah lupa menyapa selamat pagi kepada ibunya dan mencium wajahnya. Ia selalu awali paginya dengan seperti itu. Meski itu hanya sebuah foto tapi kenangan bersama Ibunya masih mesra.
Saat ini sarah tinggal bersama Ayahnya. Sarah masih kuliah, sehingga Ayahnya harus bekerja keras mencari uang untuk mambayar uang kuliah dan segala keperluannya. Ayahnya berharap setelah tamat kuliah nanti bisa mendapatkan pekerjaaan. Sehingga Ayahnya tak lagi bekerja.
Mungkin Ayahnya sudah merasa lelah, ingin rasanya di usia yang hampi setengah abad ini ingin menikmati hasil kerja keras putrinya. Sarah pun sangat bergiat untuk cepat menyelesaikan skripsinya. Tapi menyelesaikan skripsi tidak mudah, tapi ia terus berusaha tanpa henti.
Malam ini hujan mengguyur deras. Sarah sedang mengerjakan skripsinya harus menundanya karena beberapa dari sudut atap kamarnya bocor. Sarah bergegas menyelamatkan laptop, buku, dan skripsinya.
Ia masukan ke dalam tas, dan menaruhnya di bawah meja. Lalu Sarah mengambil beberapa ember untuk menampung air hujan yang menetes di dalam kamarnya. Selesai itu Sarah menemui Ayahnya yang sedang duduk sambil melukis wajah ibu. Memang Ayah sangat senang melukis sejak ia masih di SMA.
Selama di sekolah Ayah sering menjuarai perlombaan melukis. Ayah berencaana setelah tamat sekolah SMA, ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil jurusan seni rupa.
Tapi kedua orag tuanya tak mengijinkannya. Ia disuruh kuliah dengan jurusan Agama, karena orang tuanya ingin ayah menjadi ustad atau guru ngaji. Tapi ayah menolak dan memutuskan tidak melanjutkan kuliah.
Akhirnya ayah memilih bekerja sebagai tukang bangunan. Walaupun gajinya tak seperti pengusaha atau pekerjaan lainnya, lumayan bisa memberi sedikit kebahagian kepada ayah dan ibunya.
Setelah dua tahun bekerja, akhinya Ayah memutuskan unntuk menikahi Seruni, perempuan yang ia kagumi sejak di SMA. Ia adalah Ibuku. Walau wajahnya tak cantik, ia adalah perempuan yang baik dan pintar. Ia juga dari keluarga yang sederhana. Ia yang memiliki cita-cita menjadi dokter, tapi hanya sebatas angan.
Karena masalah ekonomi, sehingga ibuku tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Tentu cerita yang berbeda dari pengalaman Ayah dan Ibuku. Selama satu tahun pernikahannya, akhirnya ibu mengandung aku. Selama sembilan bulan dalam kandungan, ibu sangat menjaga aku dengan baik. Tepat waktu aku dilahirkan, ibu mengorbankan nyawanya untuk melahirkanku.
Kemudian, Ayah memutuskan untuk tidak menikah lagi. karena ayah tak ingin berkhianat terhadap cintanya. Ayah yang sekaligus menjadi sosok Ibu. Ia merawatku dengan begitu lembut. Sampai besar ini cintanya tak pernah mendua.
Aku pernah menyuruh Ayah untuk menikah lagi. Tapi ayah selalu mengatakan bahwa tidak ada perempuan yang cantik lagi selain Ibuku. Ayah yang memiliki wajah tampan, sehingga beberapa perempuan di sekitaran rumahku sangat kagum dengan Ayah. Bukan hanya tampannya saja, tapi tentang perjuangan dan kerja kerasnya.
Pernah ketika aku pulang kuliah, langkahku terpaksa terhenti karena dari belakang ada yang memanggilku dengan keras. Aku pun menoleh kebelakang, oh ternyata bibi Aina. Perempuan yang cantik dan baik hati. Laki-laki juga banyak mengerjarnya, tapi ia tidak mudah untuk ditaklukan.
“Sarah, bibi ingin tanya kamu boleh?”
“Tentu boleh bi.”
“Sarah, apakah ayahmu tidak ingin menikah lagi?”
“Kalau itu sarah kurang tau bi, nanti saya tanyakan ya bi!”
“Terimakasih ya sarah.”
Selesai pertanyaan itu, bibi aina pun meninggalakan tempat itu. Sarah pun melanjutkan langkah pulang kerumah. Aku pun segera menanyakan pertanyaan yang ditanyakan oleh bibi Aina kepada Ayah. Aku menduga, pertanyaan itu akan dijawab dengan jawaban yang sama.
“Ayah, yakin tak ingin menikah lagi”
“Sarah, kan sudah ayah pernah bilang. Ayah tak akan menikah lagi!”
“Kenapa ayah?”
“Tidak ada perempuan cantik selain Ibumu. Kan ayah pernah bilang begitu kepada Sarah.”
“Iya Ayah. Tapi, bibi Ainakan juga cantik?”
“Sarah, ini terkahir pertanyaanmu Ayah jawab ya. Ayah ingin disurga nanti kita dapat berkumpul Sarah. Apakah Sarah tak ingin berkumpul dengan Ibu?”
Seketika semuanya menjadi hening. Sarah terdiam. Sarah bingung mau menjawab apa lagi. Sarah pun langsung memeluk Ayahnya. Sarah pun bilang kepada Ayahnya, bahwa besok ia kan sidang meja hijau. Mendengar itu Ayahnya sangat bahagia.
***
Pagi yang cerah, ayahnya mempersiapakan makanan di meja makan. Sarah segara menghabiskan makanan dengan lahap. Sarah pun pamit untuk segerah ke kampusnya. Di rumah Ayahnya sangat gelisa.
Seharusnya pagi itu Ayahnya bekerja. Tapi ayahnya memilih libur. Sebab hatinya tidak sedang nyaman. Di dalam rumah, ia menunggu kepulangan Sarah. Tak juga datang. Padahal sebentar lagi azan maghrib. Berulang ia membuka pintu. Berharap Sarah segera kembali. Tapi tidak. Rasa detak di jantung semakin cepat.
Azan berkumandang, Ayah pun mengambil wudhu. Selesai mengambil wudhu, terdengar ucapan salam dari luar. Suara itu kenal jelas. Ayahnya pun langusg membuka pintu. Ternyata sarah.
“Assalamualaikum Ayah”
“Walaikumsalam.”
“Ayah maafkan Sarah telat pulang, tadi di kampus Sarah berfoto dengan teman teman, Ayah.”
“Tidak apa apa. Bagaimana hasilnya?’
“Alhamdulillah Sarah lulus dengan nilai yang cukup baik, Yah”
“Alhamdulillah, Ayah senang mendengarnya. Azan sudah berkumandang. Mari kita sholat”
Mereka pun sholat berjamaah.
Setelah sidang meja hijau Sarah menyelesaikan segala urusan di kampus begitu cepat. Sampai tiba waktu wisuda. Adalah acara yang ditnggu oleh semua calon sarjana. Ketika itu, Ayah mengenakan pakai batik yang pernah diberikan oleh Sarah di waktu ulangtahunnya ke 47 tahun. Ia berjanji akan mengenakan baju itu ketika wisuda. Ayah yang memakai baju itu terlihhat tampan. Meski tidak ada ibu yang menemani, kusuruh kakek untuk masuk ke dalam ruang untuk ikut menyaksikan.
Air mata tumpah jadi satu dalam ruangan. Rasa kebahagian dan rasa harus jadi satu. Sarah yang dipanggil sebagai lulusan terbaik dari fakultas ekonomi. Membuat ayahnya dan kakeknya meneteskan air mata. Segala doa terbaca dari mulut mereka. Sarah menorehkan senyuman yang manis saat dinobatkan sebagai lulusan terbaik.
Tapi kebahagian itu seketika hilang. Sarah sudah berusaha menjacari pekerjaan dan memasukan beberapa lowongan tak kunjung juga dipanggil oleh pihak perusahaan. Padahal ia berjani kepada Ayahnya, bahwa setelah lulus ia akan langsung mendapatkan pekerjaan. Tapi takdir berbicara lain. Malam itu, suasana tak seperti biasa.
Sarah mengurung dirinya di kamar. Ia malu berjumpa dengan Ayahnya. Karena Sarah telah membuat kecewa Ayahnya. Tapi ayahnya berusaha mengetuk pintu kamarnya. Hanya terdengar isak tangis dari Sarah. Ayahnya kwatir melihat Sarah seperti itu. Ayahnya membujuk Sarah untuk keluar dari kamar. Tapi Sarah menolaknya. Ayahnya pun mengatakan bila tak keluar dari kamar besok pagi. Ayah akan mendobraknya.
Ayahnya masih menunggu Sarah di ruang tamu. Tiba-tiba Sarah membuka pintu kamarnya. Lalu Sarah tersungkur di bawah kaki Ayahnya dan meminta maaf. Air mata berurai. Lalu Ayahnya mengangkat tubuh Sarah, dan mengajaknya berbicara.
“Ayah maafka sarah, sampai sekarang belum mendapat pekerjaan. Sehingga Sarah belum bisa menunaikan janji kepada Ayah.”
“Sarah, Ayah tidak marah kepada Sarah. Sarah kan sudah berusaha. Di sini Sarah dilatih untuk terus berusaha dan sabar. Jadi tetap harus semangat ya. Sarahkan bisa membuka les di rumah dan mengajar anak-anak di sekitar rumah ini. Sarah kan punya kemampuan berbahasa inggris, jadi bisa mengisi luang waktu Sarah untuk mengajari anak-anak di sini.”
“Baik ayah”.
Sarah pun mengikuti saran dari ayahnya. Sarah pun membuka privat les di rumah. Banyak anak anak yang ingin berlajar bahasa inggris. Beberapa hari kemudian Sarah di panggil oleh pihak perusahan yang dinaungi pemerintah. Sarah pun sudah mulai bekerja di hari senin sampai hari jum’at. Setiap hari sabtu Sarah mengajar anak anak bahasa inggris. Sementara, hari minggu Sarah menghabiskan waktu liburnya bersama Ayahnya.
Cerpen “Bersama Ayah” ~ Oleh Mawardah